Media relations merupakan bagian tugas dari strategi yang dilakukan PR untuk menjangkau publiknya (stakeholder) yang terserak di tempat-tempat yang jauh dan lokasi berbeda. Melalui aktivitas media relations, petugas PR berkomunikasi melalui media untuk menjangkau stakeholder tersebut, dalam hal ini adalah publik organisasi/korporasi. Publik harus tahu dan paham tentang apa yang dilakukan organisasi/korporasi. Menjangkau stakeholder tersebut merupakan tujuan yang harus dicapai oleh media relations officer (MRO), dengan cara berkomunikasi melalui media massa karena media massa mampu menjangkau pembaca/pendengar/pemirsa yang sangat besar yang tersebar di tempat atau lokasi berbeda serta memiliki latar belakang yang tak sama. Menurut Liliweri, secara tak sengaja memang media massa yang menerpa audiens sekaligus membuat masyarakat membentuk masyarakat massa (mass society) dengan karakteristik budaya tertentu yakni budaya massa (mass culture, popular culture). Lantaran adanya masyarakat massa dengan budaya massa itulah media massa sering mengabaikan keberadaan individu dalam masyarakat yang dianggap hanya sebagai “atomisasi” yang tidak mempunyai koneksi sosial di antara anggota massa. Kelompok “mengambang” inilah yang tak mempunyai karakter tertentu sehingga mudah dijadikan sebagai sasaran tembak media massa modern melalui teknik periklanan dan propaganda. Potensi kekuatan dan kemampuan media massa menerpa audiens sekaligus membuat masyarakat membentuk masyarakat massa, dimanfaatkan oleh media relations dalam berkomunikasi untuk menjangkau stakeholdernya. Diharapkan, pesan/informasi tentang aktivitas organisasi/korporasi yang dikomunikasikan melalui media massa tersebut, mampu menerpa public yang tersebar luas dan beragam latar belakang. Terpaan media massa itu diharapkan mampu mengubah opini negatif menjadi postitif atau memperkuat opini positif yang sudah terbentuk.
Tujuan media relations adalah untuk menaikkan reputasi suatu perusahaan serta produknya, dan untuk mempengaruhi serta memberitahukan kepada khalayak sasarannya. Dengan terpaan berita positif yang dimuat di media massa diharapkan diperoleh opini positif dari publik, khususnya public eksternal organisasi. Reputasi atau citra perusahaan maupun produknya akan meningkat di mata publik. Seperti halnya publisitas, informasi/pesan yang dianggap berkualitas, belum tentu pas bagi media yang ditargetkan. Karena itu, sebagai media relations harus memahami segmen-segmen media. Dengan berorientasi kepada segmen media, berarti media relations punya potensi melakukan publikasi di berbagai media. Tentunya, segmen tersebut juga tak boleh mengabaikan nilai berita informasi yang ingin dipublikasikan. Media Relations ada tidak hanya untuk masa normal. Dalam situasi krisis media relations harus lebih proaktif untuk melakukan (do) dan untuk tidak melakukan (don’t). Saat manajemen mengumumkan korporasi menghadapi masa krisis sedapat mungkin media relations harus berpikir out of the box. Harus keluar dari cara bekerja saat kondisi normal. Media relations harus peka pada situasi kerja yang berubah, cermat, hati-hati dan terukur bertindak dalam ketidakteraturan dan dinamika yang dapat berubah cepat dan mendadak. Dalam situasi yang tak normal, sejatinya media relations menyusun SOP (standard operational procedure). Selain itu, saat terjadi dan bergelut dengan krisis, susunlah semacam code of conduct (dokumen tertulis) berupa apa yang harus dilakukan (do) dan apa yang tidak boleh dilakukan (don’t). Hampir dipastikan untuk melakukan normalisasi krisis, seorang media relations membutuhkan dana besar. Tak jarang pula, krisis membawa perubahan restrukturisasi manajemen, atau bahkan harus mereformasi system. Tak jarang pula krisis harus dinormalisasi dengan repositioning korporasi, termasuk branding identitas baru. Benar-benar membutuhkan biaya besar.
Tujuan media relations adalah untuk menaikkan reputasi suatu perusahaan serta produknya, dan untuk mempengaruhi serta memberitahukan kepada khalayak sasarannya. Dengan terpaan berita positif yang dimuat di media massa diharapkan diperoleh opini positif dari publik, khususnya public eksternal organisasi. Reputasi atau citra perusahaan maupun produknya akan meningkat di mata publik. Seperti halnya publisitas, informasi/pesan yang dianggap berkualitas, belum tentu pas bagi media yang ditargetkan. Karena itu, sebagai media relations harus memahami segmen-segmen media. Dengan berorientasi kepada segmen media, berarti media relations punya potensi melakukan publikasi di berbagai media. Tentunya, segmen tersebut juga tak boleh mengabaikan nilai berita informasi yang ingin dipublikasikan. Media Relations ada tidak hanya untuk masa normal. Dalam situasi krisis media relations harus lebih proaktif untuk melakukan (do) dan untuk tidak melakukan (don’t). Saat manajemen mengumumkan korporasi menghadapi masa krisis sedapat mungkin media relations harus berpikir out of the box. Harus keluar dari cara bekerja saat kondisi normal. Media relations harus peka pada situasi kerja yang berubah, cermat, hati-hati dan terukur bertindak dalam ketidakteraturan dan dinamika yang dapat berubah cepat dan mendadak. Dalam situasi yang tak normal, sejatinya media relations menyusun SOP (standard operational procedure). Selain itu, saat terjadi dan bergelut dengan krisis, susunlah semacam code of conduct (dokumen tertulis) berupa apa yang harus dilakukan (do) dan apa yang tidak boleh dilakukan (don’t). Hampir dipastikan untuk melakukan normalisasi krisis, seorang media relations membutuhkan dana besar. Tak jarang pula, krisis membawa perubahan restrukturisasi manajemen, atau bahkan harus mereformasi system. Tak jarang pula krisis harus dinormalisasi dengan repositioning korporasi, termasuk branding identitas baru. Benar-benar membutuhkan biaya besar.
Menjalin hubungan dengan media sangatlah penting untuk mendapatkan publisitas. Selain pesan/informasi yang memiliki nilai tinggi (news value) sebagai syarat untuk mendapatkan slot berita di media massa, hal-hal subyektif juga mempengaruhi kesempatan untuk mendapat slot berita di media. Itulah sebabnya ditekankan pentingnya menjalin hubungan dengan media. Informasi yang disampaikan di media massa pada umumnya dinilai masyarakat memiliki kredibiltas yang tinggi, sehingga apa yang disampaikan oleh media dianggap suatu kebenaran yang ada di masyarakat. Informasi tersebut juga mampu mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku manusia. Karena itu media massa dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan pesan atau aspirasi (termasuk di dalamnya pendapat juga kritik) dari berbagai pihak, pemerintah, masyarakat dan termasuk organisasi. Selain itu, informasi mengenai seseorang, organisasi atau peristiwa dinilai lebih objektif, karena informasi yang dapat dipublikasikan harus memenuhi sejumlah persyaratan tertentu yang cukup ketat. Terkait dengan hal-hal di atas, maka organisasi membutuhkan media massa dalam penyampaian pesannya ke khalayak luas dan berharap publikasinya akan membangun persepsi atau opini yang positif dari khalayak.
Komentar
Posting Komentar